Entah sejak kapan, si gadis merasa dirinya lebih periang,
ah, periang mungkin bukan kata yang tepat juga, sebutlah lebih banyak berkata
dan berbincang dengan orang lain. Ia masih merasa kikuk, tapi tak lagi
sesungkan dulu. Lebih banyak tersenyum, dan dibalas senyum oleh lebih banyak
orang. Mulai bercanda ketika selintas berpapasan dengan beberapa orang di
koridor menuju kubikelnya, mulai balas menggoda bila ada yg iseng mencandai dan
menggoda. Ia jadi lebih ramah dan banyak teman. Kalau kata si gadis, ia mulai belajar
menjadi makhluk sosial.
Berbanding terbalik dengan penerimaan dari kebanyakan orang,
ada satu sosok yang tak cukup bergembira dengan perkembangan ini. Ia, sang
pemuda.
Sang pemuda merasa si gadis mulai berubah, dan kebiasaannya
memerhatikan si gadis dari jauh, lamat-lamat terganggu dengan banyaknya orang
yang kini berinteraksi dengan gadis itu. Tak ada lagi kejadian masuk lift
buru-buru lalu meringkuk diam di sudut, tak ada lagi jam istirahat siang
dihabiskan dengan membaca buku di taman bermain kecil tak jauh dari kantor, tak
ada lagi adegan si gadis memandang jauh dari jendela kaca dengan kotak minuman
rasa kacang hijau tergenggam di tangan dan sedotan tertempel di bibir untuk
sekian lama (seringkali si gadis mungkin justru lupa untuk menghabiskan minumannya),
tak lagi si gadis pulang dengan diam lalu membungkuk hormat pada semua yang
berpapasan (kini setiap pulang, si gadis selalu menyapa riang ke semua orang,
melambai mengabarkan kepulangannya), dan yang pasti, tak ada lagi senyum
canggung dan percakapan kaku di antara mereka, si gadis kini bahkan selalu
menyapanya, lalu dengan ringan bertanya kabar atau sekedar topik tentang jadwal
rapat hari ini.
Si gadis dan ia memang jadi lebih banyak kesempatan untuk
sekedar bercakap, tapi ia tak suka itu. Sangat tak suka.
*judul terispirasi dari Qoutes Tasaro GK
aku suka bukunya tasaro yang ituuu
BalasHapusSaya juga.. ceritanya beragam dan bahasanya lebih "sederhana" dibanding beberapa yg lain ^^
Hapus