Kamis, 17 September 2015

Radio. Buku. Kopi.

Radio.
Radio membantuku bernostalgia.
Melemparkan ke beberapa masa yang dulu lewat lantunan irama-irama yang terlalu familiar.
Lewat lirik-lirik yang kadung hafal di luar kepala, bahkan secara tak sadar melantunkan perlahan tanpa perintah otak.
Radio menyembunyikan sepiku dalam tawa cekikik dan sahut menyahut riang penyiar.
Radio menjadi pengganti nina bobo yang kuperlukan saban hari tatkala penyakit susah tidur menerpa, tatkala kasak kusuk guling sana guling sini tak jua berhasil mengantar tidur. Radio menjadi semacam nyanyian sebelum tidur, yang perlahan mengantar terlelap.

Buku.
Buku membawaku ke dunia lain. Kehidupan yang tampak jauh lebih indah.
Janji-janji manis, alur kisah hidup yang penuh drama, tapi kebanyakan berakhir bahagia.
Buku membuatku merasa seperti putri kecil yang tinggal di istana, dikelilingi keluarga penuh cinta dan dayang-dayang yang setia
Buku membuatku berangan menjadi wanita mandiri yang berkeliling negara-negara lain dengan bebas, tak khawatir memikirkan pandangan dan cibir orang lain, namun melenggok asyik dari satu bandara ke bandara lain
Buku membawaku menelusuri hijau lebat dedaunan di hutan belantara Amerika, gersang panas gurun Afrika, dingin menusuknya Eropa, serta hembusan sepoi angin di musim gugur di pinggiran sungai Asia.
Buku memberiku ruang berimajinasi. Dalam dunia yang jauh lebih indah dari kenyataan. Dalam dunia dimana aku tak hanya berperan sebagai aktor, tapi juga sutradara atas alurku sendiri.

Kopi.
Aku benci kopi, tapi aku suka kopi.
Aku benci kopi. Karena racikannya begitu susah untuk dimengerti.
Berbeda biji kopi, berbeda pula rumus yang yang diperlukan untuk menghasilkan rasa sempurna.
3:3, tiga sendok kopi dan tiga sendok gula untuk arabika sipirok. 
2:4, dua sendok kopi dan empat sendok gula untuk kopi semendo. 
3:2, tiga sendok kopi dan dua sendok gula untuk kopi gayo yang wangi.
Aku benci kopi, tapi aku suka kopi.
Aku suka kopi karena pahitnya membangunkanku dari angan. Kembali dari romantisme imajinasi, pulang pada dunia nyata yang walau seperti apa pun, harus kujalani.

Rabu, 16 September 2015

love. confusion

"You're not in love, dear. You just are falling in love with the idea being in love"

Rabu, 02 September 2015

poisoned arrow

“The nasty things people say behind your back are like poisoned arrows
But, thankfully the words people say while hiding have no strength 
So those arrows can’t pierce your heart 
However the most foolish thing you can do is… 
Pick those arrows that have fallen on the ground. 
Then pierce your own heart with those arrows.” 
(Baek Seung Chan – Producer ep 9)
Secuek dan seminim  apapun interaksi seseorang dengan kondisi sekitarnya, tak ada yang bisa menghentikan orang lain untuk tetap berkomentar atau setidaknya sekedar menaruh perhatian pada kehidupan kita. Bagi orang yang kuat mental dan percaya diri, mungkin itu bukan hal apa-apa. Tapi berapa banyak dari kita yang dengan yakin berkata bahwa kita tak terpengaruh komentar orang lain atau setidaknya tak memikirkan hal itu menjelang jatuh tidur?

Mungkin salah satu cara terbaik adalah dengan berpura-pura bodoh dan tak melihat jatuhnya anak-anak panah itu.