Kamis, 31 Maret 2016

Lantang atau diam, (dia) itu cinta {7}*

Entah sejak kapan, si gadis merasa dirinya lebih periang, ah, periang mungkin bukan kata yang tepat juga, sebutlah lebih banyak berkata dan berbincang dengan orang lain. Ia masih merasa kikuk, tapi tak lagi sesungkan dulu. Lebih banyak tersenyum, dan dibalas senyum oleh lebih banyak orang. Mulai bercanda ketika selintas berpapasan dengan beberapa orang di koridor menuju kubikelnya, mulai balas menggoda bila ada yg iseng mencandai dan menggoda. Ia jadi lebih ramah dan banyak teman. Kalau kata si gadis, ia mulai belajar menjadi makhluk sosial.

Berbanding terbalik dengan penerimaan dari kebanyakan orang, ada satu sosok yang tak cukup bergembira dengan perkembangan ini. Ia, sang pemuda.

Sang pemuda merasa si gadis mulai berubah, dan kebiasaannya memerhatikan si gadis dari jauh, lamat-lamat terganggu dengan banyaknya orang yang kini berinteraksi dengan gadis itu. Tak ada lagi kejadian masuk lift buru-buru lalu meringkuk diam di sudut, tak ada lagi jam istirahat siang dihabiskan dengan membaca buku di taman bermain kecil tak jauh dari kantor, tak ada lagi adegan si gadis memandang jauh dari jendela kaca dengan kotak minuman rasa kacang hijau tergenggam di tangan dan sedotan tertempel di bibir untuk sekian lama (seringkali si gadis mungkin justru lupa untuk menghabiskan minumannya), tak lagi si gadis pulang dengan diam lalu membungkuk hormat pada semua yang berpapasan (kini setiap pulang, si gadis selalu menyapa riang ke semua orang, melambai mengabarkan kepulangannya), dan yang pasti, tak ada lagi senyum canggung dan percakapan kaku di antara mereka, si gadis kini bahkan selalu menyapanya, lalu dengan ringan bertanya kabar atau sekedar topik tentang jadwal rapat hari ini.


Si gadis dan ia memang jadi lebih banyak kesempatan untuk sekedar bercakap, tapi ia tak suka itu. Sangat tak suka.


*judul terispirasi dari Qoutes Tasaro GK

Rabu, 30 Maret 2016

Malam itu, kau menghela nafas di ujung sana, lalu berujar,

“Kamu terlalu baik”.
“Kamu selalu mengalah untuk menuruti kemauan orang lain, walau pada akhirnya justru kamu sendiri yang direpotkan dan kewalahan”
“Kamu sadar gak sih? Mungkin bisa jadi itu bukan karena kamu yang baik, bisa jadi kamu terlalu ingin untuk dipandang baik. Sampai-sampai kamu mengalah pada kebanyakan hal kemudian merasa susah sendiri. Kalau kamu baik, kamu tidak akan mengomel dalam hati, kamu tak akan datang padaku dan berkeluh kesah macam ini.”
“Coba pikirkan lagi, ini kamu lakukan untuk apa, siapa, dan kenapa?”
“Coba sesekali berhenti untuk terlihat baik di depan orang-orang”
“Nyatanya, bahkan untuk hal kecil macam tadi saja orang tak mau mengalah kan? Tak semua yang kamu lakukan akan dibalas sama oleh orang lain”
“Mulai sekarang, tiap kamu ingin mengalah dan berbuat baik, ingat ucapanku ini, “Benarkah ini yang terbaik? Untukmu dan mereka? Atau ini hanya akan sama-sama menyakiti masing-masing dari kalian secara pelan-pelan? Kau dengan semua kerepotan dan masalah yang kau simpan, mereka dengan semua sikap tak mau tahu dan rasa di atas angin”

"Sudah waktunya kamu untuk mengurangi kepedulian dan kepekaan yang berlebihan."

Lalu kita sama-sama terdiam, hanya saling mendengarkan irama nafas masing-masing hingga paket telepon murah seratus menit itu berakhir.

Jumat, 18 Maret 2016

Mencintai Agama Tanpa Memusuhi Negara

Perbincangan tentang Agama, Jakarta, dan politik.

Dalam bukunya, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu, Abanganda Tere Liye pernah menulis,  “tidak ada niat yang boleh dicapai dengan cara buruk, dan sebaliknya tidak ada niat buruk yang berubah baik meski dilakukan dengan cara-cara baik”.

Terlepas dari semua pro-kontra soal benar-salah atau gejolak kancah politik yang konon kian memanas, agaknya akan jauh lebih arif bahwa membela yang benar pun dilakukan dengan cara yang bijak dan teduh, bukan sebaliknya malah turut menyerang.

Betul, iman yang paling utama adalah mencegah kemungkaran dengan perbuatan, jika tidak sanggup lalu dengan perkataan, jika pula tak sanggup maka dengan doa/hati, dan itu adalah selemah-lemah iman (sebagaimana disebutkan dalam hadits Arba’in ke-34 yang diriwayatkan Imam Muslim).

Tentu saja, saya pasti tak lebih baik dibanding beliau-beliau yang memilih berbuat secara nyata, walau  mungkin
 
akan lebih indah bila jalannya sedikit “berbunga”. Menjadi pelajaran untuk diri sendiri juga, agar tidak hanya dapat membatin dan berkomentar dalam hati.




Selasa, 15 Maret 2016

Safar ke Taman Safari

Entah sejak kapan dan siapa yang memulai hingga akhirnya kami menyebut diri kami sendiri kumpulan “Gajebo”. Entah itu akronim dari “Gak Jelas Boo..” atau “Gaya, Jenius, Bombastis..” atau apapun itu hahahaha. Yang jelas, kata itu resmi jadi nama kumpulan kami di media sosial bersimbol tanda telepon hijau itu.

Kami hanya berlima, keempatnya melalui masa remaja yang sama di tanah kelahiran yang sama dan yang terakhir bertemu dengan salah satu dari kami ketika mereka sama-sama berjuang meraih titel Sarjana. Kami berlima kemudian bertemu jauh di tanah rantau, Jakarta. Walau kini si nona yang menjembatani kami dengan yang kelima sudah kembali lagi ke tanah Sumatera, nyatanya kami tetap heboh dan tak pernah merasa canggung satu sama lain.

Minggu pertama Maret 2016. 
Tiba-tiba tercetus ide untuk bertemu lagi setelah terakhir bersua lima bulan yang lalu. Pahawang menjadi tujuan pertama. Manajer perjalanan yang membuka open trip sudah dihubungi, rencana mulai disusun, namun demi mengingat bahwa air laut, hujan, badai, dan ketidakbisaan kami berenang adalah kombinasi yang tak meyakinkan, rencana itu pun tandas (untuk sementara).

Selanjutnya, isu beralih ke Kawah Putih. Rencana disusun ulang, itinerary lengkap pun sudah dirinci. Kawah Putih, Perkebunan Teh Rancabali, Pemandian air panas Cimanggu, Saung Angklung Udjo, Jalan Asia Afrika, Mesjid Agung Bandung, dan Alun-alun adalah destinasi utama yang hendak dikunjungi Sabtu dan Minggu. Rental mobil sudah dicari, penginapan hampir deal. Tapi di detik terakhir, rencana itu lagi-lagi buyar.

Dan entah bagaimana ceritanya, alhasil Sabtu itu kami justru terdampar di Taman Safari, Cisarua-Bogor.
Cerita dimulai dengan malam yang hectic dan bersempit-sempit di satu kamar yang idealnya memang hanya diisi oleh satu orang, dilanjutkan dengan pesta durian, bahkan karaoke tak jelas sambil mengerjakan tugas kantor maupun tugas kuliah masing-masing. Esoknya, perjalanan ke Cisarua diwarnai dengan cerita jalur Puncak yang buka-tutup, untungnya memang gak akan pernah bisa anteng dan garing kalau bepergian dengan manusia-manusia langka ini V_V.

Berkunjung ke Bogor dan sekitarnya yang memang sudah dikenal sebagai kota hujan, pada musim hujan pula, adalah 
s.e.s.u.a.t.u. 
Hujan, Basah. Becek, Lumpur bercampur jadi satu. Pulang-pulang kami tertawa sendiri ketika di angkot aroma dari kiri kanan tercium wangi karena orang-orang bersiap malam minggu, sedangkan kami mungkin sudah dihinggapi bau dari puluhan jenis satwa-satwa hahahaha.

 Bous Tour-nya disambut dengan hujan ^^

 Ketika melewati zona hewan buas ini, cuaca kembali cerah (macan-nya sadar kamera :P)

 Hujan (lagi).. Alhamdulillah...

 Jerapah-nya malah jadi senang, makanan-nya lebih segar mungkin ya? :D

 
Yang menang soal ekspresi adalah sang gajah :D .
lupa nama gajah-nya :(

 menikmati Baby Zoo yang meliuk-liuk layaknya jalan tol empat lapis 

 Hijau...hijau..hijau sejauh mata memandang. menyenangkan..

 Bagi yang mau, bisa foto bareng dengan tambahan biaya 
(Kasihan sebenarnya, haraimau-nya lelah kayaknya, wajahnya malas-malasan T.T)

Dolphin Show. Kereeen
(Mudah-mudahan mereka diperlakukan dengan baik dan tidak diajari show dengan sistem lapar )

 
Gelang yang susaaaaaaaah sekali untuk dicopot. kena air wudhu berkali-kali gak lapuk juga. baru bisa dilepas dengan memakai gunting setelah sampai di kosan hahaha


Ada bianglala dan berbagai wahana lainnya juga XD
sayangnya hanya sempat naik roller coster dan masuk ke rumah hantu. Bianglala, histeria, ontang anting (gak tau nama wahana di sini, tapi kita samakan saja dengan namanya di Dufan :P) tidak sempat dikunjungi karena hujan deras kembali menyambangi.

 Setelah bermacyet-macyet di jalan turun, Alhamdulillah pulangnya sempat mampir makan di Cimory Riverside.
Suasananya menyenangkan untuk hang out. Kalau soal makanan sih standar, baik rasa dan harga.


Sekian.
Ah, dan jika kapan-kapan anda sempat mampir ke Taman Safari, jangan lewatkan Cowboy Show-nya ya... Menurut saya, itu salah satu yang bikin main ke sini worthed sekali :D (sayangnya waktu itu tidak ambil foto sama sekali, sudah terlalu fokus menonton ^^)

Ayok kapan kemana lagi, Gajebo? Memanglah, bersama kalian gak bisa jaim.


Keterangan:
Tiket masuk : Rp150.000/orang
Fasilitas : Bus Tour ke berbagai zona liar tempat tinggal satwa, gratis main berbagai wahana
Biaya tambahan : Rp15.00 untuk naik kereta wisata seharian



Jumat, 11 Maret 2016

kamu anomali

Kamu itu biru.
Yang mengembang dalam semburat kecil merah muda.

Kamu itu hitam.
Yang memanjang dalam sejumput abu perak.

Kamu itu merah.
Yang menyala di atas segaris kelopak hitam.

Kami itu anomali.

Yang membeku keras di permukaan, tapi leleh mencair di arus bawah.

*Yakin bakalan diketawain si nona ini kalau dia tahu kata-kata di atas terispirasi dari mana ;'D