Senin, 11 Agustus 2014

hujan

"Some people feel the rain. The other just get wet"

Baru saja sorenya saya membaca kalimat itu di blog seseorang (maaf, saya benar-benar lupa blog siapa yg mencantumkan kalimat itu -,-"), dan sorenya, Jakarta diberkahi dengan hujan yang menderas, tumpah tanpa malu-malu.

*gambar pinjam dari sini

Sekeluarnya dari kantor, saya segera menuju ke persimpangan tempat saya biasa menunggu metromini yang membawa saya ke kosan. Tak sengaja bertemu dengan sahabat yang juga teman kos saya. Kami bercakap sejenak, dan tak terasa, tetes-tetes gerimis sebesar jagung berjatuhan. Saya yang tak membawa payung panik, bukan karena takut basah, tapi di tas saya penuh benda-benda elektronik semacam laptop, modem, dan ponsel yang sensitif terhadap air. Untungnya si kawan membawa payung, jadilah kami berpayung berdua dengan romantisnya sementara hujan turun deras tercurah.
Turun dari metromini, bukannya mereda, limpahan air itu justru semakin banyak, langit dengan murah hati menghadiahkan air tak habis-habis untuk bumi. Dan kami sampai di kosan tertawa-tawa, dalam keadaan basah sebasah-basahnya, sampai ke dalam-dalam. Laptop saya juga basah, untungnya saya dobel dengan tas notebook, sehingga walau tasnya basah tapi laptopnya masih bisa dinyalakan.

Saya suka hujan, sebenarnya. Hanya, kalau jiwa egois saya boleh memilih,
Tuhan, saya meminta hujannya sore hari saja ya, karena sampai di kantor pagi hari dengan basah kuyup itu bisa merusak banyak hal ^^

Kamis, 07 Agustus 2014

Sore yang sedikit temaram di meja pojokan tempat saya duduk. 
Hampir  empat bulan di tempat ini, baru kali ini sore terasa seindah ini. Ketika matahari berwarna jingga dan memantulkan cahaya lembut tetapi tegas lewat kisi-kisi jendela kaca.
Senang melihat separuh meja saya bersinar, dan separuhnya lagi tertutup bayangan.
Di depan sana, kubah Istiqlal tampak indah dan misterius. Seperti gambar-gambar indah kota Venice yang pernah terlihat di sebuah kartu pos.

Satu hal yang sangat saya sesalkan saat ini adalah tak punya kamera, dan ponsel tertinggal di kosan. Tak bisa mengabadikan momen yang menurut saya langka ini.

Lupa

Aku takut lupa.
Mungkin sekarang masih bisa dengan mudah mengingat wajah-wajah. Masih bisa dengan mudah merapal nama-nama. Tapi otak juga punya kapasitas. Ketika intensitas bertemu tak sebanyak dulu, mungkin sedikit demi sedikit prioritas tergeser. Dan bisa jadi, akan ada waktu, dimana bahkan untuk memanggil nama pun aku harus berpikir dalam, mencoba mencari di ruang mana ingatan itu tersimpan.
Sungguh, betapa aku takut suatu saat akan lupa.


Kalian, adakah pernah berpikir seperti itu?

hujan di awal Agustus, sebuah pemadangan dari jendela 
di rumah Paman, @Bukittinggi