Rabu, 13 April 2011

Bendera setengah tiang

puisi jaman SMA yang tiba-tiba keinget lagi gara-gara nonton berita di TV tentang kepala sekolah yang jadi pemulung 


Bendera Setengah Tiang

Rinai hujan membasah rumput
Menyisakan bening tetesan embun
Yang tak pernah mengharap hadirnya mentari
Awan kelabu berkelayut manja
Tak terdengar kicau burung pagi ini
Pun dengan Sang Surya,
Agaknya bersinar dengan galau hati

Pagi ini,
Bendera berkibar setengah tiang
Indonesia raya bergaung sendu

Seonggok jasad terbujur
Diselingi isak tangis bocah – bocah ingusan
Mulut mungil mereka berucap, “ Pak Guru Mati ! ”
Mati ? Ah, mereka terlalu kecil untuk mengerti arti sebuah kematian
Yang mereka tahu, kini pak guru tlah pergi,
Dan tak ‘kan berdiri di depan kelas lagi

Semua menangis, alam jua berduka
Namun tak ada yang sempat mencatat
Bibir pak guru terkembang. Ah, dia tersenyum !
Pergilah Pak, pergilah dengan bahagia !

Bahagia? Atas apa ia bahagia?
Atas gubuk reotnya yang nyaris bubruk?
Atau upahnya yang terkadang untuk makan saja pas - pasan?
Atau bahkan, tempatnya membagi ilmu yang nyaris sama dengan kandang ayam?

Bukan, bukan karena itu ia tersenyum
Pak Guru pergi dengan bahagia
Tak ‘kan lagi ia dengar, obral janji beribu pejabat tentang nasib dirinya dan rekannya yang lain
Tak ‘kan lagi ada berita, komisi pembelian inventaris sekolah dipotong birokrasi, lebih separuh masuk kantung jas safari
Tak ‘kan lagi umat menangis, karena pasar dan sekolah dibakar,
Kelak, berdirilah pusat belanja modal raksasa
Tidurlah Pak, tidurlah dengan damai

Pagi ini,
Bendera berkibar setengah tiang,
Bukan karena setengah hati
Tapi karena ia tahu, pak guru tlah berjuang setengah mati

1 komentar: