Rabu, 20 Januari 2016

Tamu di rumah sendiri

"Children all become guest as they get grow up"
Merasa tergelitik dengan qoute di atas ketika sedang menonton drama tadi malam. Berawal dari si tokoh yang pulang ke rumah dan akan kembali lagi ke asramanya di kota lain, saat ia pamitan ingin berpisah, orangtuanya mengantarkan sampai di pintu, dan berpesan ini itu, hingga si tokoh hanya bisa tersenyum dan berkata, “Iya.. iya.. aku selalu pulang kan? Kenapa aku diperlakukan seperti tamu?” dan ibunya menjawab, “semua anak yang telah dewasa akan menjadi tamu di rumahnya sendiri.”

Kalau boleh berpendapat, saya mungkin setuju, atau setidaknya merasakan apa yang dimaksud si ibu dalam drama ini.

Saya mulai tinggal jauh dari rumah sejak usia dua belas tahun, kelas 1 SMP. Hidup dan tinggal di asrama, hanya bisa pulang sekali dalam dua minggu, itupun hanya dalam lima jam saja, mulai jam sepuluh pagi hingga jam tiga sore. Tiap kali pulang dalam dua minggu, di rumah sudah disiapkan masakan istimewa, istimewa karena makanan favorit saya (kecuali tumis tahu atau rebus pakis dianggap menu istimewa bagi orang lain hahaha). Juga sudah disiapkan buah apel (yang kala itu semacam buah yang sangat eksklusif) untuk ransum selama di asrama nanti.

Lepas dari masa bersekolah, tahun-tahun menyelesaikan kuliah pun saya lalui di Ibukota, sekian ratus kilometer jaraknya dari rumah. Hingga saat mulai bekerja, harapan untuk setidaknya bekerja di kota dengan jarak tempuh ke rumah bisa dilalu tiap akhir pekan tak kesampaian .

Tinggal jauh dari rumah seperti masa sekarang ini hanya memberikan kesempatan untuk pulang setidaknya sekali dalam empat atau lima bulan. Pun tidak bisa berlama-lama karena dibatasi oleh jatah cuti tahunan untuk pekerja gajian macam saya. Maka bersyukurlah orang-orang yang setiap pagi masih terbangun oleh gedoran cerewet atau nasihat tak henti orang tua, beruntunglah orang yang  mungkin merasa jengkel karena dipaksa makan acap kali dan disuruh tak pilih-pilih makan (macam anak kecil saja), dan berbahagialah engkau mahasiswa yang masih bisa menghabiskan berbulan waktu dengan leyeh-leyeh di rumah :D

Seringkali iri menyambangi kala menelepon ke rumah dan terdengar ramai suara di seberang sana. Ketika mereka tertawa-tawa atas hal lucu yang mungkin terjadi di rumah belakangan, ketika ibu marah-marah kepada abang dan saya hanya diam mendengarkan lewat telepon, ketika mereka mengobrol atau mengeluh sesama mereka tentang sayur hari ini yang keasinan atau telur dadar yang gosong, atau hal-hal kecil seperti keran yang sedang rusak, atau remote TV yang hilang entah kemana. Rasanya iri, iri sekali. Saya seolah merasa jadi orang luar yang tidak tahu apa-apa.

Masa-masa pulang ke rumah semakin menegaskan bahwa mungkin saya mulai dianggap tamu. Dua jam pertama biasanya kami habiskan dengan bercerita, kemudian saya makan, lalu beranjak ke wastafel tempat mencuci piring. Dan rutinitas saya setiap pulang ke rumah tiga tahun belakangan adalah, langsung membersihkan kerak-kerak kotoran di keramik wastafel, yang langsung diprotes oleh ibu dan bapak (terutama bapak). Saya pasti disuruh tidur, istirahat, ditanyain mau makan apa saja selama di rumah, ditanyain apa saja yang perlu diurus selagi di rumah, ditanyain ada sakit atau apa yang perlu diperiksakan ke dokter selagi di rumah. Saya senang, pastinya. Tapi mungkin lebih bahagia lagi kalau bisa pulang lebih sering.

Tapi apapun, rasa syukur tetap harus dinomorsatukan. Saya tau banyak orang yang berharap sebaliknya. Yang ingin merasakan hidup mandiri di kota lain tapi tidak diizinkan, yang ingin berkuliah di kampus jauh tapi tak direstui, atau mungkin yang ingin setidaknya tinggal berjarak dari rumah agar kehadirannya lebih dirasakan, dan tentu agar ada momen untuk “pulang”.


Ayo kita pulang, selagi ada waktu, kesehatan, dan kesempatan.

4 komentar:

  1. Sama seperti yang saya rasakan awal-awal menikah, dan baru bisa sambang rumah beberapa bulan kemudian. Berasa jadi tamu, yang disediakan segala macem makanan, disuguhin, gak boleh ikut bantu ini itu... Aneh awalnya, lama-lama jadi biasa...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah.. belum menikah aja begini mb.. bagaimana nanti setelah menikah ya? :D

      Hapus
  2. iya emang begitu sih :) tapi ya sudah santai saja, hidup ini proses...
    rumah itu berarti karena nggak semua orang suka pulang ke rumah

    BalasHapus
    Balasan
    1. :D
      mungkin sudah masanya untuk membangun rumah yang baru ya mbak? ^^

      Hapus