Senin, 17 Maret 2014
Kabar yang
awal yang menyebutkan bahwa angkatan kita akan penempatan maksimal pada hari
ini terbukti tidak benar. Karena disinilah kami, di sebuah gedung hotel di
bilangan mangga dua, Jakarta. Bukan untuk rapat, juga bukan karena ikut nebeng
makan gratis karena ada acara konsinyering dari kantor. Hari ini kita
berseratus diwajibkan mengikuti ujian (lagi) untuk yang kesekian kalinya.
Jadilah ujian berembel-embel mapping pegawai ini mempertemukan kita semua lagi
di satu tempat setelah terakhir kali berkumpul ketika pendidikan. Suasana pagi
itu dihiasi banyak tawa dan sapa rindu antar sesama, terutama teman-teman yang
jarang bertemu dikarenakan ditempatkan di kantor yang berbeda. Pemikiran
tentang penempatan sejenak kami lupakan, menikmati lagi saat-saat berkumpul.
Hingga kemudian kekhusyukan pagi itu berubah karena Negara api menyerang Bapak
Kepala bagian kepegawaian (yang kita tunggu sejak pukul 07.30 dan baru hadir
pukul 09.15) tiba-tiba menyebutkan komentar yang tidak kami duga.
“ Insya
Allah dua hari lagi kalian akan menerima amplop tertutup”
Setelah perkataan beliau tersebut, suasana langsung gempar,
semua membuka mulut, heboh beradu pendapat dengan teman sebelahnya, ucapan
syukur dan teriakan gembira, atau sekadar ekspresi terkejut dengan wajah
melongo.
Dan seperti itu, harapan itu mulai pelan-pelan kami biarkan
tumbuh lagi.
Rabu, 19 Maret 2014
Sejak Senin
kemarin, entah kenapa wajah-wajah (sok) polos kami rasanya selalu dipenuhi
senyum. Percakapan mulai bergeser dari pendapat skeptis dan sinis, beralih
menjadi ungkapan optimis dan bahagia. Saat absen pagi, bertemu beberapa teman
di lobi kantor, saling bertukar kabar dan cerita-cerita lucu tentang mimpi
semalam. Ada yang berkata dapat feeling akan menangis, ada yang bilang punya
firasat mungkin akan “dibuang” ke daerah timur, tapi tetap, semua itu
disampaikan dengan air muka sumringah.
Pukul 10.00.
Grup angkatan di media sosial mulai ramai, mempertanyakan mengapa hingga detik
itu belum jua ada perintah untuk berkumpul di ruang besar, tempat dimana
biasanya peristiwa istimewa dilaksanakan.
Pukul 11.27.
Pesan berantai diterima dari ketua angkatan.
“Pembagian
amplop diundur seminggu lagi karena menunggu Pak Dirjen pulang.. Sekian, Terima
kasih.”
Fix, berarti bukan Rabu. Insya Allah minggu depan, begitu
masing-masing dari kami menghibur diri. Rasa ragu mulai tumbuh, tapi harapan
itu masih kami pelihara, meski entah kenapa kian hari ia kian semakin kerdil.
Senin, 24 Maret 2014
Semua masih menanti. Tidak ada yang mau jauh dari telepon
genggam masing-masing, karena dari alat tersebutlah berita dan perintah
berkumpul harusnya diterima. Sayangnya, di siang hari kami terima kabar bahwa
hari ini Sang Beliau sangat sibuk, mungkin menyelesaikan pekerjaan yang
menumpuk setelah sembilan hari kerja tak masuk kantor. Besok, begitu kata pihak
yang berwenang menenangkan. Dan senyum-senyum itu mulai memudar, berganti sorot
mata ragu-ragu.
Rabu, 26 Maret 2014
Besok, kata mereka di hari Senin kemarin. Artinya Selasa,
dan hari Selasa telah berlalu. Kata-kata optimis menghilang lagi.
Percakapan-percakapan skeptis berkembang lagi. Dan semua makin subur begitu
mendengar bahwa pasti tidak mungkin dalam minggu ini, karena Sang Beliau sudah
ada kegiatan padat melaksanakan tugas Negara hingga hari Jum’at di luar kota.
Baiklah. Dan semuanya seolah pecah.
Satu tahun lima bulan. Mungkin ini puncaknya. Kalau
digambarkan dalam kurva parabola, maka ini adalah titik balik, posisi tertinggi
atau terendah yang bisa dicapai oleh titik tertentu.Mungkin ini, titik jenuh
kami.
Mungkin dari sudut pandang orang lain terkesan tak sabaran
dan berlebihan. Tapi begitulah, mungkin akan terasa berbeda bila merasakannya
sendiri. Dan sekarang, untuk sementara sepertinya tak ada yang ingin membahas
tentang hal ini dulu. Kita tunggu sajalah akan seperti apa jadinya. Kan sudah
commitment toh kalau kepentingan Negara diatas kepentingan pribadi? :D