Tentang kelebat mendung yang bertamu tadi pagi, betapa aku curiga ada konspirasi di balik semua ini. Mungkin antara supir metro mini, pak satpam kantor, abang penjual jus, dan pak atasan ruang sebelah telah bersekongkol untuk membuat hari ini lebih semarak.
Sungguh hari yang menarik.
Dan saya hanya bisa tertawa kikuk (lagi).
Hidup ini indah. Kau hanya harus menyadari beberapa hal. sesederhana buram jendela karena tempias hujan, sesederhana ribuan lagu yang tak pernah berhenti bersenandung. sesederhana derai sunyi yang menenangkan. hidup ini indah, karena bahagia itu sederhana.
Senin, 30 Desember 2013
Jumat, 27 Desember 2013
selesai
Benar, semua sudah selesai sekarang.
Logikamu berjalan lurus, hanya hatimu yang masih berat menerima.
Mungkin kamu hanya rindu degup2 riang tak beraturan itu.
Mungkin kamu hanya tidak ingin melupakan sentakan elektrik yang selalu terjadi tiap kalian tak sengaja berpapasan.
Mungkin kamu hanya sudah terbiasa pada ada, sehingga ketiadaan berasa asing bagimu.
kurasa kamu pun masih ingat, kata-katanya di siang itu,
"Kamu tidak sedang jatuh cinta, sayang. Kamu hanya terobsesi dengan ide-ide tentang mencintai dan dicintai."
Logikamu berjalan lurus, hanya hatimu yang masih berat menerima.
Mungkin kamu hanya rindu degup2 riang tak beraturan itu.
Mungkin kamu hanya tidak ingin melupakan sentakan elektrik yang selalu terjadi tiap kalian tak sengaja berpapasan.
Mungkin kamu hanya sudah terbiasa pada ada, sehingga ketiadaan berasa asing bagimu.
kurasa kamu pun masih ingat, kata-katanya di siang itu,
"Kamu tidak sedang jatuh cinta, sayang. Kamu hanya terobsesi dengan ide-ide tentang mencintai dan dicintai."
Rabu, 25 Desember 2013
pulang (ingin)
Aku mungkin bisa berjalan tegak, melangkah pasti penuh percaya diri. Dalam balutan blazer berwarna lembut dan stiletto gading yang berbunyi ketak ketuk tiap gerak kaki yang kuayun.
Tapi di hadapanmu, Bapak, aku masihlah gadis kecil.
Aku mungkin bertingkah tegar, memutuskan setiap masalah dengan bijaksana. Dalam selimut kebersahajaan dan wibawa yang entah sejak kapan dicap-kan di kening.
Tapi padamu, Umak, tak sanggup aku menahan isak.
Kalian adalah rumah, tempat kaki menuju setelah jauh berjalan.
Kalian adalah dermaga, tempat diri berlabuh setelah berlayar sekian lama.
Kalian adalah padang, tempat punggung merebah setelah penat oleh tegak.
Aku tak iri pada mereka yang merencanakan liburan ke pulau-pulau eksotis,
Aku tak ingin turut ikut dengan mereka yang kini tengah berbinar-binar, tak sabar mengunjungi wahana-wahana pemacu adrenalin esok hari.
Aku hanya ingin pulang, mencium lembut tangan keras itu lagi
Aku hanya ingin pulang, merasakan peluk hangat itu walau selalu tanpa kata
Aku hanya ingin pulang, rindu mendengar nasehat-nasehat yang dulu selalu kuanggap sebagai ungkapan marah
Sungguh, yang kuinginkan hanya pulang.
Tapi di hadapanmu, Bapak, aku masihlah gadis kecil.
Aku mungkin bertingkah tegar, memutuskan setiap masalah dengan bijaksana. Dalam selimut kebersahajaan dan wibawa yang entah sejak kapan dicap-kan di kening.
Tapi padamu, Umak, tak sanggup aku menahan isak.
Kalian adalah rumah, tempat kaki menuju setelah jauh berjalan.
Kalian adalah dermaga, tempat diri berlabuh setelah berlayar sekian lama.
Kalian adalah padang, tempat punggung merebah setelah penat oleh tegak.
Aku tak iri pada mereka yang merencanakan liburan ke pulau-pulau eksotis,
Aku tak ingin turut ikut dengan mereka yang kini tengah berbinar-binar, tak sabar mengunjungi wahana-wahana pemacu adrenalin esok hari.
Aku hanya ingin pulang, mencium lembut tangan keras itu lagi
Aku hanya ingin pulang, merasakan peluk hangat itu walau selalu tanpa kata
Aku hanya ingin pulang, rindu mendengar nasehat-nasehat yang dulu selalu kuanggap sebagai ungkapan marah
Sungguh, yang kuinginkan hanya pulang.
Rabu, 11 Desember 2013
Lantang atau diam, (dia) itu cinta {3}
Saung kecil di pingir sungai itu riuh. Ramai dipenuhi gelak dan teriakan tawa di sana-sini. Sang gadis sedikit tersenyum memandang beberapa rekan kerjanya, bahkan yang sudah berkepala empat, berenang riang bak anak kecil.
Ia kembali ke pekerjaannya, menyendokkan sayur capcay ke masing-masing piring yang telah mereka tata. Sang gadis masih mengulum senyum karena mendengar lelucon-lelucon aneh yang tertangkap indera pendengarnya, ketika wanita paruh baya di sebelahnya bertanya,
"Lho, dek, yang ini kok sama sekali gak ada wortelnya?"
Si gadis gelagapan dan hanya bisa menyengir simpul. Tapi tetap tidak menambahkan sepotong wortel pun pada piring yang ditunjuk. Bukan tanpa sengaja ia mengecualikan piring itu ketika membagikan sayur. Karena nanti, pasti hanya akan ada satu orang yang mengerti dan memilih piring itu tanpa harus ia khususkan dan berikan langsung pada orangnya
Ia kembali ke pekerjaannya, menyendokkan sayur capcay ke masing-masing piring yang telah mereka tata. Sang gadis masih mengulum senyum karena mendengar lelucon-lelucon aneh yang tertangkap indera pendengarnya, ketika wanita paruh baya di sebelahnya bertanya,
"Lho, dek, yang ini kok sama sekali gak ada wortelnya?"
Si gadis gelagapan dan hanya bisa menyengir simpul. Tapi tetap tidak menambahkan sepotong wortel pun pada piring yang ditunjuk. Bukan tanpa sengaja ia mengecualikan piring itu ketika membagikan sayur. Karena nanti, pasti hanya akan ada satu orang yang mengerti dan memilih piring itu tanpa harus ia khususkan dan berikan langsung pada orangnya
"Kau terlihat riang sekali hari ini, ada apa?" tanya
"Oh.. kau sedang berkemas. hendak kemana?" bingung
"Besok aku akan pulang :D" senyum
"Pulang? Tapi... kupikir ini rumah.." ragu
"Oh.. kau sedang berkemas. hendak kemana?" bingung
"Besok aku akan pulang :D" senyum
"Pulang? Tapi... kupikir ini rumah.." ragu
Langganan:
Postingan (Atom)