Jumat, 15 Januari 2016

Palembang, you called it bestfriend’s wedding

Akhir november, kabar bahagia itu tiba. Belum ramai dibicarakan memang, karna hanya sekadar bisik lirih yang kau tujukan pada kami berdua. Merencanakan perjalanan ke tanah Sriwijaya. Tempat yang baru, pengalaman baru.

Akhir Desember, tiket Jakarta–Palembang dan Palembang-Jakarta sudah di tangan. Penginapan sudah diurus oleh sang “bride to be”. Tinggal menunggu hari untuk berangkat sembari merencanakan akan dihabiskan kemana saja waktu 2 hari itu.

Jumat Malam, 8 Januari 2016. Hujan menyambut kami di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II. Masih pukul 21.20, tapi suasana sudah sangat lengang. Entah penerbangan JT-332 itu merupakan penerbangan terakhir atau tidak. Seorang juru mudi taksi menawarkan jasa, maka menumpang taksi berwarna putih dengan lambang koperasi itu lah kami menuju pusat kota, ke tampat yang sebelumnya sudah diberitahu oleh sang tuan rumah.

Empat puluh menit waktu yang dibutuhkan untuk sampai di pusat kota, persis di depan rumah yang esoknya akan menjadi tempat akad nikah. Disambut payung dan beberapa anggota keluarga calon mempelai pria, kami digiring menuju rumah, dihidangkan makan malam (yang mau tak mau harus dinikmati walau sudah kenyang). Bercakap sejenak sembari menunggu hujan sedikit lebih bersahabat. Diantar calon mempelai pria, kami berangkat menuju penginapan. Sang calon mempelai wanita? Sudah dipingit, disuruh beristirahat untuk menyiapkan diri menghadapi hari yang panjang esok :D

Sabtu, 9 Januari 2016.
Kami tiba di tempat akad pukul 07.40, persis beberapa menit sebelum persiapan pelaksanaan akad nikah dimulai. Maka kami turut berkerumum bersama keluarga besar kedua mempelai, menjadi saksi mitshaqan ghalizha, janji yang berat itu terucap (setelah sebelumnya mengintip ke kamar tempat sang mempelai wanita sedang dirias).

Pukul 08.10
wajah-wajah bahagia begitu kata “sah” terucap semeakin berseri tatkala mempelai wanita akhirnya muncul dan bergabung, mengambil tempat di sebelah suami (sudah jadi suami :D). Selanjutnya, prosesi adat suap-suapan dan cacap oleh keluarga kedua pihak. Dilanjutkan dengan resepsi beberapa jam kemudian.



Aku melihat kembali foto-foto yang menggunung di galeri ponsel. Semacam balas dendam selama berkawan lima tahun ini tidak banyak menyimpan foto masing-masing atau bahkan foto bersama, maka momen berbahagiamu kemarin agaknya hampir terekam tiap detiknya lewat bingkai kamera, walau hanya dengan ponsel beresolusi 5 megapixel ini.

Dan aku tersenyum lagi, melihat wajah-wajah bahagia itu tertawa saat prosesi suap-suapan dan segala kekikukan kalian. Dan aku terharu lagi, mengenang keramahan keluarga besar kalian menyambut kami, tamu yang hanya menumpang sejenak tapi bahkan ikut dalam rombongan keluarga pria menyerahkan hantaran (sebenarnya kita ini di pihak keluarga pengantin pria apa wanita sih? Hahahaha)

Dan aku, kembali ingin menangis lagi, entahlah aku pun tak tahu kenapa harus menangis di hari yang pastinya semua harusnya berbahagia. Mari kita simpulkan saja bahwa tangis itu tangis bahagia, mungkin, hahahahahaha.

Barakallahulakuma wa baraka alaikuma wa jama’a bainakuma fii khoiir.
Selamat untuk kalian. Semoga rahmat Allah selalu menyertai.


2 komentar:

  1. pesta pernikahan memang selalu bikin antusias :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali mb, apalagi yg duduk di pelaminan orang dekat (jadi pengen hehehe)

      Hapus