Akhir november, kabar bahagia itu tiba. Belum ramai
dibicarakan memang, karna hanya sekadar bisik lirih yang kau tujukan pada kami
berdua. Merencanakan perjalanan ke tanah Sriwijaya. Tempat yang baru, pengalaman
baru.
Akhir Desember, tiket Jakarta–Palembang dan Palembang-Jakarta
sudah di tangan. Penginapan sudah diurus oleh sang “bride to be”. Tinggal
menunggu hari untuk berangkat sembari merencanakan akan dihabiskan kemana saja
waktu 2 hari itu.
Jumat Malam, 8 Januari 2016. Hujan menyambut kami di Bandara
Sultan Mahmud Badaruddin II. Masih pukul 21.20, tapi suasana sudah sangat
lengang. Entah penerbangan JT-332 itu merupakan penerbangan terakhir atau
tidak. Seorang juru mudi taksi menawarkan jasa, maka menumpang taksi berwarna
putih dengan lambang koperasi itu lah kami menuju pusat kota, ke tampat yang
sebelumnya sudah diberitahu oleh sang tuan rumah.
Empat puluh menit waktu yang dibutuhkan untuk sampai di
pusat kota, persis di depan rumah yang esoknya akan menjadi tempat akad nikah.
Disambut payung dan beberapa anggota keluarga calon mempelai pria, kami
digiring menuju rumah, dihidangkan makan malam (yang mau tak mau harus
dinikmati walau sudah kenyang). Bercakap sejenak sembari menunggu hujan sedikit
lebih bersahabat. Diantar calon mempelai pria, kami berangkat menuju
penginapan. Sang calon mempelai wanita? Sudah dipingit, disuruh beristirahat
untuk menyiapkan diri menghadapi hari yang panjang esok :D
Sabtu, 9 Januari 2016.
Kami tiba di tempat akad pukul 07.40, persis beberapa menit
sebelum persiapan pelaksanaan akad nikah dimulai. Maka kami turut berkerumum
bersama keluarga besar kedua mempelai, menjadi saksi mitshaqan ghalizha, janji
yang berat itu terucap (setelah sebelumnya mengintip ke kamar tempat sang
mempelai wanita sedang dirias).
Pukul 08.10
wajah-wajah bahagia begitu kata “sah” terucap semeakin berseri tatkala mempelai
wanita akhirnya muncul dan bergabung, mengambil tempat di sebelah suami (sudah
jadi suami :D). Selanjutnya, prosesi adat suap-suapan dan cacap oleh keluarga
kedua pihak. Dilanjutkan dengan resepsi beberapa jam kemudian.
Aku melihat kembali foto-foto yang menggunung di galeri
ponsel. Semacam balas dendam selama berkawan lima tahun ini tidak banyak
menyimpan foto masing-masing atau bahkan foto bersama, maka momen berbahagiamu
kemarin agaknya hampir terekam tiap detiknya lewat bingkai kamera, walau hanya
dengan ponsel beresolusi 5 megapixel ini.
Dan aku tersenyum lagi, melihat wajah-wajah bahagia itu
tertawa saat prosesi suap-suapan dan segala kekikukan kalian. Dan aku terharu
lagi, mengenang keramahan keluarga besar kalian menyambut kami, tamu yang hanya
menumpang sejenak tapi bahkan ikut dalam rombongan keluarga pria menyerahkan
hantaran (sebenarnya kita ini di pihak keluarga pengantin pria apa wanita sih?
Hahahaha)
Dan aku, kembali ingin menangis lagi, entahlah aku pun tak
tahu kenapa harus menangis di hari yang pastinya semua harusnya berbahagia.
Mari kita simpulkan saja bahwa tangis itu tangis bahagia, mungkin,
hahahahahaha.
Barakallahulakuma wa baraka alaikuma wa jama’a bainakuma fii
khoiir.
Selamat untuk kalian. Semoga rahmat Allah selalu menyertai.
pesta pernikahan memang selalu bikin antusias :)
BalasHapusBetul sekali mb, apalagi yg duduk di pelaminan orang dekat (jadi pengen hehehe)
Hapus