Jakarta, 23 November 2015
Di dekat kosan, jarak satu rumah ke arah kiri, tepatnya di
samping rumah pak RT, di teras depan pagar rumah itu, setiap malam selalu
ditempati oleh seorang bapak. Seorang bapak yan telah sepuh. Dari perawakannya,
kutebak berumur 50 atau 60-an.
Bapak ini biasanya hanya duduk diam sambil memeluk lutut.
Jarang kulihat si bapak berinteraksi dengan orang sekitar. Di sebelah kirinya
ada tas plastik besar yang lagi-lagi kutebak berisi semua harta benda yang dimiliki si
bapak.
Tidak tahu sejak kapan bapak itu ada di sana, lama-lama kami
jadi terbiasa dengan adanya beliau. Tiap berangkat pagi menuju kantor, si bapak tidak di “tempat
tidur” nya, tapi di jalan depan yang lebih ramai. Duduk di pinggir jalan,
memeluk lutut, dan di depannya sebuah toples plastik kosong, namun sepertinya
belum pernah kulihat bapak itu menengadahkan tangan ke orang-orang yang lewat.
Beliau hanya duduk diam, sambil memandang kosong, memeluk lutut. Malamnya,
sepulang dari kantor, sebelum membuka pagar, selalu ada bapak tersebut, sudah
di “tempat tidur”nya, terkadang sudah meringkuk tertidur, di kala lain masih
duduk tegak sambil mengipas-ngipas, mungkin kegerahan.
Beberapa kali kami pernah bertanya-tanya tentang bapak tadi.
Kasian tidur nya di sana, mandinya bagaimana ya? Dan seterusnya.
Dan rasa iba kian bertambah ketika salah seorang anak kosan
mendapatkan info bahwa bapak tersebut dulunya punya rumah, tidak jauh dari
tempat kami kos, beda kelurahan saja. Rumah tersebut entah bagaimana ceritanya
akhirnya ditempati anaknya, yang singkat cerita akhirnya mengusir si bapak tadi.
Hingga kemudian bapak tersebut mencari tempat tinggal lain, dan berakhir di
teras depan sekitar kos kami.
Beberapa kali sepulang rapat, atau ketika ada makanan kotak
di kantor, kusempatkan untuk bawa pulang, lalu pelan-pelan saya letakkan di
samping bapak yang sudah terlelap, dan buru-buru pergi takut bapaknya
terbangun. Beberapa kali begitu, hingga Ramadhan lalu, ketika membeli pakaian
untuk oleh-oleh orang rumah, saat memilihkan kemeja untuk bapak, tiba-tiba
teringat bapak itu, akhirnya saya belikan beberapa pasang yang lain dengan
ukuran berbeda. Pun ketika Ramadhan kemarin saya mengikuti diklat dan kami diberi
fasilitas yang lumayan, saat sendal2 yang dibagikan sama sekali tak dilirik
oleh peserta diklat, saya tiba-tiba teringat bapak tadi lagi, akhirnya saya
bawa pulang dua pasang sendal itu. Si bapak tersenyum, dan
untuk pertama kalinya saya mendengar suara beliau. Sebuah ucapan terima kasih.
Seminggu ini ada yang berbeda.
Saya pulang kosan dan tidak melihat beliau tertidur seperti
biasanya. Berangkat pagi pun, tidak melihat beliau di pinggir jalan tempat
bisas beliau duduk. Awalnya saya berpikir beliau mungkin lagi mandi, mungkin
sedang kemana. Tapi sekarang, sudah lebih seminggu dan sama sekali tidak
terlihat keberadaan beliau. Teras kecil itu kosong, hanya menyisakan karung putih
yang selalu ada di situ sejak dulu, mungkin milik beliau. Ingin bertanya,
tapi bingung pada siapa.
Ah, yang pasti, tiba-tiba ada yang aneh. mungkin semacam kehilangan karena ada rutinitas yang berbeda.
Semoga beliau ada di tempat yang lebih baik. Semoga sekarang
sedang berkumpul dengan keluarganya. Aamin...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar