Salah satu yang spesial dari travelling adalah obrolan-obrolan sepanjang perjalanan. Mulai
dari sekedar bertukar kabar, keseharian, menertawakan hal-hal remeh-temeh,
mengomentari apa yang terlihat selama perjalanan, bahan hingga hal-hal serius
semacam politik dan isu pernikahan (ehemm..).
Perjalanan pulang dari Jogja menuju Jakarta tadi malam juga menyisakan
banyak cerita dan kabar-kabar yang terlewat oleh telinga. Dan, satu hal yang
paling berkesan, adalah tentang surat kaleng.
Saya dan teman seperjalanan kali ini bekerja di instansi
Kementerian yang sama, tapi berbeda unit organisasi level Eselon I. Sudah menjadi rahasia umum bahwa unit Eselon
II tempatnya mengabdi banyak diperbincangkan karena kondisi ruang kerja yang
penuh asap rokok. Padahal gedung berlantai 20 itu tentu saja dilengkapi dengan
pendingin udara di setiap sudut, dan siapa pun tahu bahwa merokok adalah hal
terlarang, tidak hanya di ruang kerja atau lobby, bahkan toilet dan tangga
darurat pun harusnya steril dari asap rokok. Tapi apalah daya, para perokok di
unit kerja itu tetap berjaya menyebarkan bau asap ke setiap sudut. Bukan tidak
ada yang melarang, bisik-bisik dari yang sekedar halus hingga sindiran ketus
pun tak jua mampu meredam. Mungkin untuk level staf atau kepala subbagian masih
beranilah untuk mereka ingatkan setiap hari, tapi jika yang paling semangat
menjadi ahli hisap adalah pimpinan tertinggi unit kerja? Nah, ini baru masalah.
Bertahun-tahun hal ini terjadi, dan untuk kasus teman saya tadi, dua tahun
sejak ia pertama kali bekerja.
Foto pinjam dari sini
Nah, yang membuat cerita ini seru adalah ketika bulan lalu
ada sebuah amplop tertutup yang dialamatkan kepada pimpinan unit kerja
tersebut. Isinya? Semacam teguran dan “ancaman” bahwa jika masalah “rokok” ini
masih terus berlanjut, maka akan dilaporkan kepada Tim Pengawas Internal
Kementerian, serta pimpinana Eselon I yang merupakan atasalan langsung beliau. Mau
tak mau, kini para pegawai yang merokok di ruang kerja mulai pindah, bergeser
ke tangga darurat, bahkan si bapak pimpinan tadi pun tak tampak lagi asyik merokok di ruangannya. Syukurnya, kondisi ruang kerja sudah mulai lebih lega tanpa
cekikan asap rokok.
Saya kira sampai disitu saja. Namun ternyata, sang pimpinan
walau terlihat “takut” dengan ancaman ini, diam-diam menugaskan bawahannya untuk
menyelidiki asal muasal surat yang dikirim melalui salah satu jasa pengiriman
ternama dengan letak kantor yang jauh dari tempat kami bekerja. Beliau bahkan
meminta rekaman CCTV kepada pihak jasa pengiriman.
Teman saya, yang
setiap pagi sesampainya di kantor akan otomatis menyalakan kipas dan filter
udara serta memakai masker kain sebagai bentuk ketidaknyamanan terhadap asap
rokok, termasuk yang dicurigai sebagai tersangka. Namun hingga sekarang belum
diketahui siapa yang punya nyali besar untuk mengirimkan surat itu. Siapapun pengirimnya,
kata teman saya, sebagian besar pegawai di unit kerja itu sama-sama berdoa agar
pelakunya jangan sampai ketahuan.
Cerita yang menarik. Setidaknya, hingga sebulan setelah
peristiwa “surat kaleng” itu, ruang kerja masih steril dari bau dan asap rokok.
Salut !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar