Jumat, 16 Oktober 2015

Aku kembali menyurati kamu, mengabari rindu


Pagi ini, entah karena apa aku tetiba ingin kembali berkirim kabar padamu
Tidak lewat sapa hangat suara di saluran telepon, atau bantuan cepat pesan singkat, atau bahkan berbagai aplikasi komunikasi yang dalam sepersekian detik dapat terkirim ke berbagai penjuru dunia.

Pagi ini, aku ingin berkirim kabar padamu seperti dulu
Seperti romantisme klasik yang kata orang sudah ketinggalan jaman
Lewat kertas harum yang kini sudah mulai ditinggalkan,
Lewat senyum hangat pak pos yang kini dering sepedanya tak lagi terdengar, digantikan deru motor dan abu yang beterbangan di belakangnya.
Pagi ini, aku ingin berkirim kabar padamu.

"Apa kabar, kamu?
aku rindu"

Sreeet.. kusobek kertas itu. Terlalu blak-blakan, terlalu singkat, terlalu to the point.

"Selamat pagi, kamu, cuaca akhir-akhir ini mulai mendung ya? huj...."

Aaah.. cuaca? Klise.. klise sekai.. topik cuaca hanya akan dibawakan oleh orang-orang yang kehabisan topik untuk dibicarakan.

"Bagaimana kabarmu hari ini?
Aku harap kamu sehat dan baik-baik saja.
Kamu masih bekerja hingga larut malam kah?
Masih suka makan seadanya karena malas keluar rumah?
Hati-hati dengan makananmu, kemarin itu aku sempat baca berita di internet, ada orang yang terkena kanker karena terlalu sering makan mie instan, ada yang terkena radang tenggorokan karena terlalu suka gorengan (apalagi cireng!) bahkan ada juga yang terkena insomnia akut dan tak bisa tidur berbulan-bulan karena kecanduan kopi..
Aku dengar jug..."

Hhh.. kupandangi lagi kertas itu, kuremas menjadi bulatan kecil lalu melemparkan ke kotak sampah dekat pintu. Surat barusan terdengar teralu detail, terlalu personal, terlalu mengikat, dan lebih-lebih, terdengar seperti ocehan seorang kekasih yang terlalu posesif (yang tentu saja, bukan)

Kugaruk kepala yang tidak gatal. Tak ku sangka sesusah ini hanya untuk sekedar berkabar padamu.

Kuambil kertas baru.

"Apa kabar, kamu?"

Gerak tanganku berhenti sejenak


"Aku rindu."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar