Jumat, 31 Oktober 2014

Waspada atau Curiga ?

*gambar pinjam dari sini

(Jakarta, 09 Oktober 2014)
Kemarin itu, saya sempat panik ketika di kantor, memasang laptop dan ternyata charger atau adaptornya tidak bisa connect ke laptopnya. Saya sudah utak atik, lurus-lurusin kabel, sampe diputar-putar dengan berbagai gaya, tapi sama sekali tidak ada tanda-tanda bahwa si lepi menerima kehadiran chargernya. Syukurnya seorang rekan juga membawa laptop, dan rezekinya jenis chargernya sama. Akhirnya kami gantian memakai charger yang sama hingga sore.
Sorenya, sepulang kantor langsung saya niatkan untuk membeli charger laptop ke salah satu pusat perbelanjaan yang memiliki area electronic centre, langsung cari toko yang kira-kira bisa dipercaya, liat barangnya, di tes, tawar menawar, dan kemudian deal. Jadilah saya bawa pulang charger baru dan juga sebuah usb bluetooth yang memang saya cari-cari dari kemarin-kemarin tapi belum sempat beli.

Saya yang memang paling sulit mengingat arah dan dimensi ruang, sempat muter-muter dulu di lantai bawah demi mencari pintu keluar yang sama seperti yang saya gunakan untuk masuk tadi, akhirnya saya mengikuti petunjuk-petunjuk yang tertera hampir di setiap sudut atas, hingga kemudian mengikuti petunjuk ini mengantarkan saya ke blok kecil yang lumayan sepi dan agak remang, berbeda dengan blok-blok lain yang terang dan ramai penuh hiruk pikuk. Ketika saya hampir mencapai ujung lorong, sebuah tangan meraih lengan saya. Seorang mabak-mbak cantik berpakaian merah terang ala-ala SPG, dengan senyum lebar dan suara ramah ia menyerahkan sebuah bungkusan kecil yang dibalut kertas kado.
“Perusahaan kami lagi promosi kak, ini kita bagi-bagi bonus dan souvenir untuk pengunjung” demikian katanya. Ketika saya nyatakan saya kan gak belanja di tokonya beliau, si mbak tadi dengan semangat menjelaskan memang mereka memberikan suvenir untuk siapa saja, bahkan pelanggan toko lain yang lewat dari depan tokonya. Saya baru mau bilang terima kasih dan berniat segera pulang ketika lengan saya ditahan dan dia ajak masuk ke dalam tokonya, di suruh duduk dan disuguhi minum. Lalu si mbak tadi mengeluarkan semacam daftar, katanya untuk pertanggung jawaban kalau suvenir yang mereka bagikan itu benar-benar diterima oleh pelanggan. Baiklah, kemudian saya tuliskan nama, daerah tempat tinggal, dan ketika tiba di nomor kontak, saya sedikit berpikir. Hmm.. saya bukan orang yang mudah memberi nomor kotaknya kepada orang lain.  Sering dapat sms berisi promo ini itu atau sms-sms aneh lain gegara pernah ngisi pulsa di counter umum lama-lama lumayan bikin sebal juga. Akhirnya saya minta maaf, dan bilang gak ngasih nomor ponsel gak apa-apa kan ya? Eh, si mbaknya mulai deh ngotot, (tapi masih dengan senyum bisnis pastinya), bilang kalau itu berhubungan dengan pekerjaan dia, berhubungan dengan karir dia. Baiklah, akhirnya saya berikan nomor ponsel saya, bukan nomor utama yang sering saya gunakan.

Ketika saya rasa semua sudah selesai dan akan beranjak ke luar, ternyata surprisenya belum selsai. Si mbak tadi pun mengeluarkan beberpa amplop kecil yang berisi kupon-kupon, katanya dari puluhan amplop itu, ada yang isinya jam tangan, kipas, atau benda-benda sejenis itulah. Dan saya di suruh milih satu. Oke, baiklah, tanpa banyak berpikir saya pilih salah satu. Kemudian dibuka oleh si mbak-nya, daaaan.. tadaaaa tulisannya adalah kupon senilai 500 ribu rupiah. Si mbak dengan mata terbelalak berulang kali menjabat tangan saya, dan kehebohannya itu kemudian mengundang beberapa rekannya (menurut saya) yang lain datang. Dalam sekejap, saya dikerubungi 4 orang yang tak henti-henti mengucapkan selamat dan memuji-muji kalau saya beruntung.
Salah seorang yang sepertinya mereka tuakan lalu duduk di depan saya, menjelaskan kalau kupon itu bisa dipakai itu bisa saya pergunakan di semua cabang toko mereka di jakarta. Untuk bisa menukarkan kupon itu, saya dimintai KTP, untuk data diri valid, katanya. Setelah memikirkan beberapa saat, saya putuskan untuk pamit saja dan tak usah mengambil kupon itu, mereka terbengong-bengong, mencoba menahan saya. Tapi karena memang hari sudah malam juga dan saya pengen segera istirahat, saya kekeuh untuk pamit saja. Mereka berempat masih terus mendesak saya, bahkan hingga ke pintu keluar. 
"Hanya butuh KTP" itu katanya. Tapi sesopan mungkin saya tolak.
Mungkin banyak yang berpikir saya sombong hahaha.
Apa saya sudah cukup kaya hingga 500 ribu tak berarti untuk saya?
Bukaaaaan
Siapa sih yang gak mau dapet barang atau uang gratisan seharga 500 ribu? Tapi ya demi mempertimbangkan ini itu saya putuskan untuk tidak mempertahankan kupon itu. Sejujurnya, saya emang bukan tipe yang ngejar-ngejar gratisan atau bonus-bonus sih :p hahaha

Beberapa pertimbangan yang membuat saya tidak jadi ambil kupon antara lain:
1.     Tokonya katanya banyak cabang di seputaran Jakarta. Tapi sama sekali gak ada plang nama toko. Gimana mau nemu cabangnya kalau nama tokonya aja gak tau?
2.     Tokonya katanya bergerak di bidang penjualan alat elektronik dan keperluan rumah tangga, laptop sama handphone juga. Tapi dari penerawangan saya, barang yang ada di dalam toko itu hanya beberapa kardus dengan gambar macam-macam, tidak ada barang fisiknya yang dipajang langsung. Dan juga, yang jelas saya ingat hanya sebuah kotak yang gambar depannya mi semacam alat korset pelangsing.
3.     Ketika pertama si mbak dengan ramah menyapa dan minta data itu saya masih fine-fine aja, tapi begitu rekannya yang lain datang dan saya berasa dikepung itu... beneran, rasanya serem banget. Di situ saya mulai berpikir ini itu, pikiran bercabang, dan insting untuk bertahan mulai muncul hahaha
4.       Ketika saya bilang mau pulang saja, ekspresi mereka itu terlihat panik, dan bahkan masih megangin tangan saya, mengikuti hingga saya sampai ke pintu keluar.
5.       Karena udah malam juga sih, jadi mikir pengen cepat istirahat hahaha

Dan  begitulah, selepas dari tempat itu, saya beristigfar. Semoga yang saya lakukan adalah langkah untuk berhati-hati, bukan penghalang untuk sampainya rezeki orang lain.


Hidup di kota yang berbagai tempat kejadian perkara kriminal terasa dekat, menjadikan insting untuk berhati-hati menjadi jauh lebih sensitif. Ketika kemudian terlalu seringnya mendengar kabar-kabar kejahatan lama kelamaan seolah membuat mati rasa, seolah itu menjadi berita biasa, dibicarakan sebentar, didiskusikan sejenak, lalu kemudian lupa sama sekali. Dan akhirnya, semakin lama, jarak antara waspada dan curiga hampir tak terlihat.

2 komentar:

  1. aku ngga diceritain yang ini...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hhhhh.. waktu itu udah kalut, lagi gak cerewet seperti biasanya :P

      Hapus