Selasa, 13 Mei 2014

diam itu emas, tapi kamu punya intan

(mungkin judulnya sedikit tidak nyambung dengan isi tulisan ini)

Akhir-akhir ini saya mengaku pernah beberapa kali korupsi waktu. Ketika rasa bosan dan malas menyerang sementara waktu masih terdeteksi sebagai jam kantor, akhirnya blog-blog Indonesia Menagajar yang seringnya jadi pelarian saya. nah, tadi itu saya membaca tulisan seorang pengajar muda yang kemudian membuat saya berpikir akan kondisi saya sendiri saat ini. tulisannya bisa dibaca di-sini.

Mengamini apa yang disebutkan oleh seorang pengajar muda yang tulisannya barusan saya baca. Mungkin saya merasakan hal yang sama di sini. Ketika awal-awal saya selalu merasa menjadi orang yg berlapang hati. Orang yang selalu bersegera menjemput kebaikan, orang yang tidak mempermasalahkan pilihan ketika beli makan sementara orang di sebelah terus berkomentar tentang pesanannya yang salah dibuat oleh si bapak penjual, orang yang dengan ringan hati segera berdiri, memberikan kursi untuk perempuan lain yang menurut saya jauh lebih pantas dan berhak untuk duduk. Saya merasa takut dan ngeri sebenarnya ketika menyadari semakin lama rasanya standar moral saya semakin menurun

Ah, tidak, saya tak merasa jahat sepenuhnya. Pun di metromini, ketika ada yang saya lihat butuh duduk, tetap saya berikan, hanya saja frekuensinya jauh berkurang saat ini. Kenapa berkurang? Bukan, bukan karena pada akhirnya saya milih-milih dan akhirnya penuh pertimbangan, tapi karena saya merasa akhir-akhir ini kepekaan saya jauh menurun drastis. Dulu, ketika naik metromini selalu memperhatikan siapa yang naik, siapa yg tidak duduk, sekarang perjalan berangkat dan pulang kantor saya ditemani oleh lamunan, mungkin, hingga terkadang saya tak sadar bahwa sudah saatnya saya harus turun. Entah, karena kebanyakan pikiran atau sebaliknya kekosongan pikiran menyebabkan hal itu. Tapi yang jelas, entah karena alasan apa saya merasa menjadi orang yang lebih jahat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar