Sabtu, 28 Januari 2012

sensitif

lama tak bercerita. walau seringkali banyak hal yang tiba-tiba membuat hasrat menulis menggelegak, tapi sesampainya di depan lepi malah terlupakan, tenggelam oleh timbunan tab google, searching tugas yang tiada henti mengalir (haha sok sibukkkk).
ehm.. hari ini saya mengalami bermacam hal. hal yang membuat saya senyum dan tertawa seorang diri dalam kelas ketika melihat pesan masuk di hape, hal yang membuat saya terdiam dan mencoba memberi senyum terindah padahal hati dongkol setengah mati, hal yang membuat senyum saya sedikit demi sedikit luntur gara2 nunggu kelamaan tanpa hasil, dan entah kenapa semuanya terakumulasi, hingga sesampainya di kamar, jebol sudah pertahanan saya. hehe... cengeng ya saya....

hari ini, dari pagi mood saya memang sedang kurang baik. entahlah, saya kurang tahu alasannya apa. pagi hari saya berangkat kuliah dengan kalem, tak menyapa tetangga kamar dan anak sekosan seperti yang biasa saya lakukan. lagi malas ngomong ceritanya. saya sampai di kelas, kelas masih lowong. saya orang pertama di kelas. dan seperti biasa, sambil menunggu teman yang lain, saya hanyut dengan dunia saya. biasanya saya suka corat-coret tak jelas, pegang hape, searching tiket pulang (lagi). hehe.. saya memang baru tiga minggu nyampe jakarta. tapi bulan depan libur panjang, rasanya tak tega kalau saya harus jaga kosan hoho..

kembali ke topik, hari ini saya kuliah, seperti biasa. dan seperti biasa pula, si bapak dosen selalu penuh humor (humor yang sungguh sebenarnya saya memilih untuk tidak pernah mendengarkan), yah kalian tahulah humor yang agak "nyerempet2", mungkin bikin semua orang tertawa, tapi jujur saya selalu merasa risih dan terganggu, entahlah dengan teman yang lain. ah, dan hari ini si bapak tumben mengabsen kami, sesuatu yang hampir tak pernah beliau lakukan. lalu, pada pertengahan kuliah, beliau melihat saya, tersenyum sambil mengatakan salah satu lelucon yang membuat sekelas gempita dengan tawa. saya hanya bisa senyum miris (tahu kan? ketika kita mencoba tersenyum namun sebenarnya tak ingin, akhirnya hanya bisa menarik kedua pinggir bibir dan menghasilkan senyum yang lebih mirip dengan seringai). teman-teman terus tertawa, dan saya hanya bisa meringis, mencoba ikut tersenyum walau sebenarnya sungguh air mata saya hampir tak terbendung. ya, saya memang orang yang sangat cengeng, saya akui itu. tapi syukurnya siang itu saya berhasil mengalihkan hasrat menangis saya dengan kembali mencorat-coret catatan yang entah sudah berisi apa.

siang sehabis kuliah, saya kerja kelompok dengan beberapa teman. memperbincangkan rencana presentasi kami minggu depan. dan lagi entah kenapa, tingkah salah seorang teman benar-benar membuat saya sesak. akhirnya saya buru-buru pulang, meninggalkan dia yang mungkin kebingungan karena berharap kami pulang bersama.

dua kejadian tadi membuat saya berpikir. teringat kembali perkataan dosen etika profesi seminggu yang lalu, "etika itu erat kaitannya dengan sensitifitas".
demikian kata beliau. dan saya setuju dengan perkataan beliau. tiap orang punya standar etika yang berbeda. sesuatu yang mungkin etis atau dianggap biasa saja oleh orang lain bisa jadi dianggap tidak etis atau tak pantas bagi orang yang lainnya. teringat kembali ketika dulu saya kerja kelompok di rumah seorang teman yang kemudian membuat saya memberi cap kurang baik atas citra yang ia berikan. mungkin bagi dia, hal itu biasa saja, mungkin dia terbiasa bila ada yang berkunjung bisa langsung masuk tanpa perlu sungkan atau repot-repot permisi dan segala macam sopan santun lainnya. sedangkan bagi saya, sebaliknya, saya berpikiran bahwa tingkahnya merupakan salah satu sikap tak mengormati tamu. hm.. apa standar etika yang saya harapkan terlalu tingg? apa saya terlalu sensitif?

kembali ke peristiwa di ruang kelas. saya tahu mungkin bagi si bapak dosen leluconnya itu hanya sekedar candaan sambil lalu, sekedar membuat kelas tak jenuh dan membosankan. mungkin beliau melihat saya tersenyum, tapi tak memperhatikan mata saya menyiratkan rasa terluka (halah..). oke, saya akui saya memang sensitif (terlalu?), tapi saya tak tahu dengan teman yang lain, apakah becandaan tentang xxx mungkin biasa saja bagi orang lain. (ah, saya jadi menangis lagi haha..). ah, maaf, saya jadi menyalahkan bapak...

dan untuk temanku (yang aku tahu pasti sebenarnya tak mungkin membaca tulisan ini), sungguh alangkah indah kalau kata kita dijaga dengan santun. mungkin bagimu biasa kawan, tapi kau tak tahu seperti apa perasaan orang lain. cobalah mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain, kita tak hidup sendiri, semua orang punya hak bersuara, sedih melihat kau dengan cueknya membungkam keinginan orang lain untuk berpendapat. dan oh ya, kawan, aku tak tahu di keluargamu, tapi di keluargaku, tubuh bagian kepala dan wajah adalah bagian yang dianggap tehormat, bukan untuk kau toyor dan tempeleng, aku tahu mungkin kau anggap biasa saja, tapi tahukah kau, tamparanmu di wajahku itu cukup keras, sakit, bahkan orang tuaku pun tak pernah mendaratkan tangannya di wajahku.

ah, masih ada tiga peristiwa lain yang sebenarnya semakin mengakumulasi ketidakriangan saya hari ini. tapi sudahlah, biarkan saya bercerita sampai sini saja.

biarkan saya menangis lagi, walau untuk sejenak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar