Aku mungkin bisa berjalan tegak, melangkah pasti penuh percaya diri. Dalam balutan blazer berwarna lembut dan stiletto gading yang berbunyi ketak ketuk tiap gerak kaki yang kuayun.
Tapi di hadapanmu, Bapak, aku masihlah gadis kecil.
Aku mungkin bertingkah tegar, memutuskan setiap masalah dengan bijaksana. Dalam selimut kebersahajaan dan wibawa yang entah sejak kapan dicap-kan di kening.
Tapi padamu, Umak, tak sanggup aku menahan isak.
Kalian adalah rumah, tempat kaki menuju setelah jauh berjalan.
Kalian adalah dermaga, tempat diri berlabuh setelah berlayar sekian lama.
Kalian adalah padang, tempat punggung merebah setelah penat oleh tegak.
Aku tak iri pada mereka yang merencanakan liburan ke pulau-pulau eksotis,
Aku tak ingin turut ikut dengan mereka yang kini tengah berbinar-binar, tak sabar mengunjungi wahana-wahana pemacu adrenalin esok hari.
Aku hanya ingin pulang, mencium lembut tangan keras itu lagi
Aku hanya ingin pulang, merasakan peluk hangat itu walau selalu tanpa kata
Aku hanya ingin pulang, rindu mendengar nasehat-nasehat yang dulu selalu kuanggap sebagai ungkapan marah
Sungguh, yang kuinginkan hanya pulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar